Masih ingat tentang kejadian flu burung yang sempat menghebohkan dunia
itu ? mungkin sebagian kalian sudah banyak yang melupakan tentang kejadian ini
atau mungkin juga masih membekas di ingatan kalian. Awal tahun 2014 ini, berita
munculnya kembali virus flu burung sempat mengisi acara berita televisi.
Beberapa daerah di Indonesia telah terkena dampaknya. Di Lamongan, 994 ekor
burung puyuh dalam satu kandang milik
Zuhdi warga Desa Klagensrampat Kecamatan Maduran mati mendadak selama
tiga hari berturut – turut (http://surabaya.tribunnews.com/2014/01/16/pdsr-dihentikan-flu-burung-muncul-di-lamongan).
Di Wonogiri, 282 ekor itik mati karena positif terinfeksi flu burung (http://www.solopos.com/2014/01/16/flu-burung-wonogiri-ratusan-itik-di-giriwoyo-mati-mendadak-positif-flu-burung-482351).
Di Sragen terdapat 3.455 ekor itik mati karena virus AI (http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/14/02/10/n0r5d1-waduh-flu-burung-ancam-warga-di-sragen).
Meskipun tak seheboh beberapa tahun lalu, namun hal ini menarik saya untuk
kembali mengingat dan mencoba menelaah lebih lanjut tentang virus ini. Melalui tulisan kali ini, saya akan membahas tentang
wabah Flu Burung yang sempat menjadi pandemic pada awal tahun 2000-an silam.
Lebih khusus lagi, saya akan membahas penyakit ini dari sudut kacamata
epidemiologi.
Peran Epidemiologi Dalam Penyakit
Epidemiologi memiliki peran penting dalam mengidentifikasi distribusi dan
faktor-faktor yang mempengaruhi suatu penyakit. Dengan kemampuan epidemiologi
ini, epidemiologi dapat mengarahkan kepada intervensi yang harus dilakukan.
Pada usaha penanggulangan penyakit menular di masyarakat, peran epidemiologi
deskriptif sangat penting disini. Epidemiologi deskriptif terutama menganalisis
masalah yang ada dalam suatu populasi tertentu serta menerangkan keadaan dan
sifat masalah tersebut, termasuk berbagai faktor yang erat hubungannya dengan
timbulnya masalah dalam populasi tertentu dengan membandingkan populasi
tersebut terhadap populasi lainnya, atau dengan populasi yang sama pada waktu
yang berbeda. Disamping itu epidemiologi deskriptif dapat pula memberikan
gambaran tentang faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit atau gangguan
kesehatan pada suatu populasi tertentu dengan menggunakan analisis data serta
informasi lain yang bersumber dari berbagai disiplin ilmu seperti data
genetika, biokimia, lingkungan hidup, mikrobiologi, sosial ekonomi, dan sumber
keterangan lainnya. (Nur Nasyri Noor: 2008 )
Berkaitan dengan definisi epidemiologi sebagai ilmu yang mempelajari
tentang distribusi penyakit atau masalah kesehatan masyarakat. Hasil pekerjaan
epidemiologi deskriptif diharapkan mampu menjawab pertanyaan mengenai faktor
who (siapa), where (dimana), dan when (kapan). Siapa (who) mengenai siapa yang terkena masalah. Bisa mengenai variabel umur, jenis
kelamin, suku, agama, pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan. Faktor-faktor ini
biasa disebut sebagai variabel epidemiologi atau demografi. Dimana (where) mengenai faktor tempat dimana
masyarakat tinggal atau bekerja, atau dimana saja dimana ada kemungkinan mereka
menghadapi masalah kesehatan. Faktor berupa kota (urban) dan desa (rural);
pantai dan pegunungan; daerah pertanian, industry, tempat bermukim atau kerja. Kapan (when) berhubungan dengan waktu. Faktor berupa jam, hari, minggu, dll; musim hujan dan musim kering. (M.N Bustan:
2006).
Berdasarkan penjelasan mengenai
epidemiologi diatas, dapat dilihat bahwa untuk menanggulangi kasus penyakit perlu
peran dari epidemiologi. Hubungan antara epidemiologi dan penanggulangan
penyakit secara singkat dapat dikatakan ‘bagaimana kita bisa menanggulangi dan
mencegah penyakit, jika data, distribusi dan faktor penyebab penyakit kita
tidak tahu?’. Jadi, dengan mengetahui penyebab terjadinya penyakit, sumber agen
infeksi, siapa saja yang mengalami high
risk dan kapan penderita mulai
terserang penyakit, kita bisa menentukan langkah apa yang seharusnya kita ambil
jika terjadi wabah atau KLB di masyarakat. Untsuk itu, dalam penanggulangan dan
pencegahan flu burung, pengetahuan tentang flu burung harus kita kuasai secara
masak agar kita tahu intervensi apa yang akan kita lakukan tanpa melakukan
kesalahan yang merugikan masyarakat.
Avian Influenza at a Glance
Flu burung
atau Avian Influenza ( AI ) adalah penyakit pada unggas yang disebabkan oleh
virus influenza tipe A dari family Orthomyxoviridae.
Virus ini dapat menimbulkan gejala penyakit pernapasan mulai sedang atau
bahkan infeksi tanpa gejala sampai dengan akut/fatal pada unggas (ayam, kalkun,
itik dan spesies burung lain serta mamalia bahkan dapat menular ke manusia)
Tipe virus AI
yang ditemukan di Indonesi adalah Subtype H5N1 yang bersifat ganas/fatal. Walaupun
virus ini sangat ganas, namun sangat peka dan tidak tahan terhadap (1). Pemanasan ( inaktif : pada 56°C 3 jam, 60°C 30
menit, 80°C 1 menit (2) Pelarut lemak ( eter, detergen ) (3) Ultraviolet (4) Disinfeksi misalnya dengan asam perasetal, hidroksi
peroksia, sediaan ammonium kuartener, formalin 2 – 5 %, iodine/yodium, senyawa
fenol, natrium/kalium hipoklorit (klorin)
Penularan virus flu burung hanya
terjadi dari unggas ke unggas dan dari unggas ke manusia. Sejauh ini belum
ditemukan penularan dari manusia ke manusia. Penularan virus kepada sesama
unggas dapat terjadi melalui dua cara, yakni secara langsung dan tidak
langsung. Penularan secara langsung terjadi lewat kontak langsung dengan sumber
penularan, yakni melalui sekresi hidung dan mata, serta kotoran unggas yang
terinfeksi. Sementara itu, penularan secara tidak langsung (kontak tidak
langsung) terjadi melalui perpindahan ternak, peralatan, dan pekerja yang
terkontaminasi. Namun, penularan tidak langsung yang paling utama terjadi
melalui angin yang menyebarkan debu dan bulu yang dicemari oleh virus flu
burung.
Selain menular ke sesama unggas, virus flu burung juga dapat menular kepada
manusia. Dengan demikian, flu burung termasuk kategori penyakit zoonosis, yakni
penyakit berbahaya bagi hewan namun juga dapat menular dan membahayakan
manusia. Penularan virus flu burung kepada manusia terutama terjadi melalui
udara pernapasan yang terkontaminasi virus. Udara di dalam kandang yang
terkontaminasi virus dari kotoran atau sekreta unggas sangat berpotensi
terhirup oleh manusia. Akibatnya, virus masuk ke tubuh manusia. Penularan virus
dari unggas ke manusia juga dapat terjadi jika manusia bersinggungan langsung
dengan unggas yang terinfeksi virus flu burung. Dalam hal ini, para pekerja di
peternakan ayam, tempat pemotongan ayam, dan penjamah produk unggas lainnya
berpotensi besar terjangkit flu burung.
Adapun gejala-gejala yang ditimbulkan dari virus AI adalah sebagai berikut :
Gejala Pada Unggas
|
Gejala Pada Manusia
|
Jengger, pial, kulit, yang tidak
ditumbuuhi bulu berwarna biru keunguan (sianosis)
|
Hampir sama dengan gejala flu biasa
|
Ada cairan dari mata dan hidung
|
Demam sekitar 39°C
|
Pembengkakan di bagian muka dan kepal
serta pendarahan di bawah kulit
|
Batuk dan lemas
|
Pendarahan titik (ptechie) paa daerah
dada, kaki, dan telapak kaki
|
Sakit tenggorokan dan sakit kepala
|
Batuk, bersin dan ngorok
|
Tidak nafsu makan dan muntah
|
Diare dan kematian tinggi
|
Nyeri perut dan nyeri sendi
|
Diare dan infeksi selaput mata
(conjunctivitis)
|
Penyakit flu burung memiliki angka
kematian tinggi, disebabkan karakteristik virus H5N1 yang sangat ganas, hingga disebut
sangat patogenik, cepat merusak organ dalam (terutama paru-paru), cepat
berkembang dan menular pada unggas, dapat terjadi mutasi adaptif dan
reasortment, serta mudah resisten terhadap obat anti viral (WHO., 2004). Konfirmasi Laboratorium WHO Reference (Juli
2005-23 Februari 2006) menyatakan bahwa, Indonesia menempati urutan ke 2 dunia
dengan angka fatalitas kasus (Case Fatality Rate), yaitu sebesar 70,3% (dari 27
kasus, 19 meninggal). Jumlah kasus konfirmasi flu burung dari referensi Laboratorium
Nasional adalah 27 kasus, dan 19 diantaranya meninggal. Menurut jenis kelamin,
59,2% (16 kasus) adalah laki-laki, dan 40,8% (11 kasus) perempuan (Depkes,
2005).
Langkah - Langkah Epidemiologi
Dari konsep terjadinya penyakit flu burung dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, kita dapat melakukan suatu kegiatan penyelidikan epidemiologi yang dapat dilakukan dengan :
1. Mengidentifikasi wabah
Dari konsep terjadinya penyakit flu burung dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, kita dapat melakukan suatu kegiatan penyelidikan epidemiologi yang dapat dilakukan dengan :
1. Mengidentifikasi wabah
Menentukan
apakah kasus flu burung tersebut wabah atau bukan. Wabah merupakan peningkatan
kejadian kasus penyakit yang lebih banyak daripada keadaan normal di suatu area
tertentu atau pada suatu kelompok tertentu, selama suatu periode waktu
tertentu. Informasi tentang terjadinya wabah biasanya datang dari sumber-sumber
masyarakat, yaitu laporan pasien, keluarga pasien, kader kesehatan, atau warga
masyarakat. Tetapi informasi tentang terjadinya wabah bisa juga berasal dari
petugas kesehatan, laporan kematian, laporan hasil pemeriksaan laboratorium,
atau media lokal (suratkabar dan televisi). Pada dasarnya wabah merupakan
penyimpangan dari keadaan normal karena itu wabah ditentukan dengan cara
membandingkan jumlah kasus sekarang dengan rata-rata jumlah kasus dan
variasinya di masa lalu (minggu, bulan, tahun).
Terjadinya
wabah dan teridentifikasinya sumber dan penyebab wabah perlu ditanggapi dengan
tepat. Jika terjadi kenaikan signifikan jumlah kasus sehingga disebut wabah,
maka pihak dinas kesehatan yang berwewenang harus membuat keputusan apakah akan
melakukan investigasi wabah. Sejumlah faktor mempengaruhi dilakukan atau
tidaknya investigasi wabah: (1) Keparahan penyakit; (2) Potensi untuk menyebar;
(3) Perhatian dan tekanan dari masyarakat; (4) Ketersediaan sumber daya. Flu burung
menunjukan virulensi tinggi dan dapat mengakibatkan manifestasi klinis berat
dan fatal jika tidak ditanggapi dengan langkah pengendalian yang tepat.
2. Mengidentifikasi hubungan adanya wabah dengan faktor Man, Time, and Place.
2. Mengidentifikasi hubungan adanya wabah dengan faktor Man, Time, and Place.
Mengidentifikasi
siapa saja yang terkena flu burung. Dapat diidentifkasi dari jenis kelaminnya,
pekerjaannya, umurnya. Orang yang high risk terhadap
flu burung adalah pekerja peternakan/pemprosesan unggas (termasuk dokter hewan,
dan lain lain), pekerja laboratorium yang memproses sample pasien/hewan
terjangkit, pengunjung peternakan/pemprosesan unggas dalam satu minggu
terakhir. Selain itu, mengidentifikasi place,
yaitu tempat dimana penderita mendapat infeksi virus AI ini. Misalnya, jika terdapat
peternak yang terjangkit flu burung maka kemungkinan tempat terjadinya
transmisi virus ini adalah di kandang ternak tersebut. Selain itu identifikasi time, seperti kapan penderita mulai
merasakan gejala-gejala yang tidak beres dalam tubuhnya.
3. Pemeriksaan Laboratorium
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan
dilakukan dengan pengambilan sampel darah dii laboratorium. Pada dasarnya,
dilakukan untuk menilai keadan kesehatan
penderita dan juga untuk memastikan bahwa penerita positif terkena penyakit flu
burung. Pada pemeriksaan ini, antara lain akan dapat diketahui berapa kadar
okesigen (O2) dan karbondioksida (CO2) di darah penderita. Jika oksigennya
rendah, nilai normalnya 85-95 mmHg, dan atau karbondioksidanya tinggi, nilai
normalnya 35-45 mmHg, maka dapat terjadi keadaan gawat napas. Dari data yang
ada, sebagian besar pasien flu burung meninggal karena gawat napas akut ini. Upaya
menemukan virus flu burung dapat dilakukan dengan pemeriksaan serologi untuk
menilai respons antigen antibodi dan atau mengisolasi virusnya sendiri. Pada
kasus flu burung juga dapat dijumpai peningkatan titer netralisasi antibodi dan
dapat pula dilakukan analisis antigenik dan genetik, antara lain untuk
mengetahui apakah sudah ada mutasi dari virus tersebut. Pada kasus yang terjadi
di Hongkong (tahun 1997), diagnosis infeksi virus H5N1 dipastikan dengan
ditemukannya virus. Lokasi diisolasinya virus ini ada pada usap tenggorok,
cairan yang diisap dari trakea, aspirat saluran hidung tenggorok, dan ada pula
virus yang ditemukan dari cairan bronko alveolar yang didapat dengan
pemeriksaan bronkoskopi (memasukkan alat ini ke paru pasien).
4. Wawancara dan Epidemiologi Deskriptif
4. Wawancara dan Epidemiologi Deskriptif
Wawancara
bertujuan untuk mengetahui hal-hal yang menyebabkan terjadinya flu burung. Dengan
menggunakan kuesioner dan formulir baku, peneliti mengunjungi pasien (kasus),
dokter, laboratorium, melakukan wawancara dan dokumentasi untuk memperoleh
informasi berikut: (1) Identitas diri (nama, alamat, nomer telepon jika ada);
(2) Demografis (umur, seks, ras, pekerjaan); (3) Kemungkinan sumber, paparan,
dan kausa; (4) Faktor-faktor risiko; (5) Gejala klinis (verifikasi berdasarkan
definisi kasus, catat tanggal onset gejala untuk membuat kurva epidemi, catat
komplikasi dan kematian akibat penyakit); (6) Pelapor (berguna untuk mencari
informasi tambahan dan laporan balik hasil investigasi). Pemeriksaan klinis
ulang perlu dilakukan terhadap kasus yang meragukan atau tidak didiagnosis
dengan benar (misalnya, karena kesalahan pemeriksaan laboratorium).
Tujuan
epidemiologi deskriptif adalah mendeskripsikan frekuensi dan pola penyakit pada
populasi menurut karakteristik orang, tempat, dan waktu. Dengan menghitung
jumlah kasus, menganalisis waktu, incidence rate, dan risiko, peneliti wabah
mendeskripsikan distribusi kasus menurut orang, tempat, dan waktu, menggambar
kurva epidemi, mendeskripsikan kecenderungan (trends) kasus sepanjang waktu,
luasnya daerah wabah, dan populasi yang terkena wabah. Dengan epidemiologi
deskriptif peneliti wabah bisa mendapatkan hipotesa penyebab dan sumber wabah.
5. Penanganan Wabah
5. Penanganan Wabah
Bila
investigasi kasus dan penyebab telah memberikan fakta tentang penyebab, sumber dan
cara transmisi maka langkah pengendalian hendaknya segera dilakukan. Dalam
pelaksanaannya, hal pertama yang harus dilakukan adalah pemusnahan hewan yang
telah terjangkit flu burung dengan cara membakar dan menguburnya. Tidak hanya
unggasnya saja yang diabakar atau dikubur namun segala peralatan yang kemungkinan
terkontaminasi juga harus segera dibakar atau dikubur, seperti pupuk kandang,
tempat makan ternak dll. Bagi unggas yang sehat, dapat ditempatkan di kandang
lain yang tertutup tanpa kontak dengan hewan lain, namun jika risikonya tinggi
bisa saja unggas yang sehat tersbut dimusnahkan juga, Setelah itu dapat dilakukan penyemprotan
desinfektan di seluruh kandang. Sebagai petugas kesehatan, kita wajib untuk
menenangkan masyarakat dan mensosialisasikan hal – hal apa saja yang harus
dilakukan agar tidak tertular flu burung. Sejak awal tahun 2004, pemerintah
telah mengeluarkan kebijakan yang bersifat strategis dalam rangka pencegahan
penyebaran virus, terdiri dari 9 (sembilan) tindakan yang harus dilakukan
secara simultan. Kebijakan tersebut ditetapkan melalui Surat Keputusan Dirjen
Bina Produksi Peternakan No. 17/Kpts/PD.640/F/02/04 tentang Pedoman
Pencegahan,Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit Hewan Menular Avian
Influenza (AI) pada unggas. Inti dari program tersebut adalah pelaksanaan
sembilan tindakan strategis yang mencakup
(1) Peningkatan biosekuriti; (2) Vaksinasi; (3) Depopulasi (pemusnahan
terbatas) daerah tertular; (4) Pengendalian lalu lintas unggas, produk unggas
dan limbah peternakan unggas; (5) Surveilans dan Penelusuran; (6) Pengisian
kandang kembali (restocking); (7) Stamping out (pemusnahan menyeluruh) di
daerah tertular baru; (8) Peningkatan kesadaran masyarakat (public awareness);
dan (9) Monitoring dan evaluasi
(1) Peningkatan biosekuriti
Biosekuriti
merupakan cara untuk menghindari kontak antara hewan dan mikroorganisme.
Tindakan biosekuriti yang berbeda-beda dapat diterapkan di lingkungan yang
berbeda-beda pula. Contohnya, jika terdapat wabah flu burung dekat dengan
peternakan anda, anda harus mengambil tindakan yang lebih sungguh-sungguh
dibandingkan pada saat keadaan normal. Di dalam biosekuriti ada prinsip-prinsip
dasar yang harus diikuti. Dengan mengikuti prinsip-prinsip dasar, peternakan
akan tetap bebas dari penyakit. Prinsip-prinsip tersebut adalah
- Jagalah agar ternak unggas dalam kondisi baik
- Jagalah ternak unggas agar selalu berada dalam lingkungan yang terlindung
- Periksalah barang-barang yang masuk ke peternakan
(2). Vaksinasi
Vaksiniasi
AI merupakan salah satu cara untuk menguarangi risiko akibat virus AI.
Vaksinasi akan menguarangi umlah individu yang peka terhadap AI. Vaksinasi juga
diyakini bisa menguranggi ekskresi (shedding)
virus di tubuh unggas sehingga pengeluaran virus dari tubuh unggas bisa
dikurangi. Vaksin AI bukan barang bebas sehingga penggunaannya harus di bawah
pengawasan dokter.
(3). Depopulasi (pemusnahan terbatas atau
selektif) di daerah tertular
Depopulasi
merupakan pemusnahan unggas hidup dalam radius tertentu wilayah unggas yang
terkena flu burung. Depopulasi dilakukan sesuai dengan standard operation program (SOP), ayam disuntik mati lalu dibakar
dan dikubur. Hal ini dilakukan karena kekhawatiran penyakit bisa menular pada
manusia. Depopulasi banyak menimbulkan pro kontra terkait dana kompensasi yang
diberikan pemerintah.
(4). Pengendalian lalu lintas keluar masuk
unggas
Membatasi
jumlah unggas yang keluar masuk daerah tertentu.
(5). Surveillans dan tracking back
(5). Surveillans dan tracking back
Penyelidikan
Epidemiologi (pelacakan ke lapangan) dengan melakukan pelacakan kasus ke rumah
penderita suspek Flu Burung, ke Rumah Sakit dan Unit Pelayanan Kesehatan lain
dan masyarakat disekitar rumah penderita. Sasaran surveillance dan penulusuran
unggas adalah spesies unggas yang rentan terhadap penyakit dan sumber
penyebaran penyakit. Tujuan surveillance adalah sebagai berikut.
- Menetapkan suber infeksi di daerah baru tertular
- Menetapkan penyebaran atau perluasan penyakit di daerah tertular
- Memantau epidemiologi dan dinamika penyakit
- Menetapkan perwilayahan (zooning) daerah bebas, daerah terancam.
- Mendeteksi tingkat kekebalan kelompok (herd immunity) pascavaksiasi.
Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam kegiatan penelusuran (tracking back)
- asal dan jenis unggas
- produk daging, telur, bulu, tulang, darah, dan lain-lain
- bahan perantara
- manusia meliputi peternak, petugas kandang, pedagang ternak, pengunjung, dll.
(6). Pengisian kandang kembali (restocking)
Di
peternakan unggas yang telah melakukan pemmusnahan, baik secara depopulasi
maupun steamping out, kandang yang kosong dapat diisi kembali (restocing)
dengan syarat sebagai berikut : (1) kandang dapat diisi unggas kembali
sekurang-kurangnya satu bulan setelah dilakukan pengosongan kandang (2) semua langkah yang diperlukan dilaksanakan
sesuai dengan prosedur (3) bibit unggas harus berasal dari induk atau
daerah yang bebas penyakit AI.
(7). Stamping out (pemusnahan menyeluruh)
di daerah tertular baru
Stamping
out dilakukan apabila suatu daerah baru terjangkit wabah penyakit flu burung.
Tindakan pemusnahan menyeluruh (stamping
out) dilakukan pada seluruh ternak unggas yang sakit maupun yang sehat di
peternakan tertular dan terhadap semua unggas yang berada dalam radius satu
kilometer dari peternakan yang tertular tersebut.
(8). Peningkatan kesadaran masyarakat
(public awareness)
Langkah
ini sama pentingnya dengan langkah yang lain. Tanpa adanya kepedulian dari
masyarakat tentang bahaya penyakit AI serta p
engertian dan pemahaman yang
benar, sangat mustahil program pencegahan, pengendalian dan pemberantasan
penyakit AI bisa berjalan sukses. Oleh karena itu, perlu dilaksanakan
peningkatan kesadaran masyarakat. Peningkatan kesadaran masyarakat dapat
dilakukan dengan :
- Melakukan sosialisasi atau kampanye penyakit flu burung kepada masyarakat dan peternak, mengingat dampak yang ditimbulkan flu burung baik secara ekonomis maupun kesehatan sangat merugikan
- Proses sosialisasi bisa dilakukan melalui media elektronik, media cetak, menyebarkan brosur atau leaflet, menempelkan stiker dan poster serta memasang spanduk agar masyarakat tidak panik.
- Membuat pusat krisis (crisis centre) dan jalur khusus (hotline) informasi mengenai flu burung di badan pemerintahan terkait
- Mengadakan program pendidikan kepada masyarakat (educational programme) melalui seminar, penyuluhan atau pelatihan yang diselenggarakan berkat kerja sama dengan industry perunggasan dan asosiasi bidang peternakan.
contoh poster untuk high risk (peternak & penjaga kandang) |
contoh poster untuk masyarakat awam |
penyuluhan kepada masyarakat |
kampanye peduli flu burung |
(9). Monitoring dan evaluasi
Monitoring
dilakukan untuk mengetahui perlembangan kegiatan, dampak, dan permasalahan yang
timbul pada saat kegiatan dilaksanakan sehingga kekurangannya dapat
disempurnakan pada kegiatan selanjutnya. Kegiatan monitoring dilakuakn oleh
pusat dan daerah serta laboratorium. Diperlukan evaluasi yang kritis untuk
mengidentifikasi berbagai kelemahan program maupun defisiensi infrastruktur
dalam sistem kesehatan. Evaluasi tersebut memungkinkan dilakukannya
perubahan-perubahan yang lebih mendasar untuk memperkuat upaya program, sistem
kesehatan, termasuk surveilans itu sendiri.
Referensi :
A. Lumenta, Nico, dkk. Kenali Jenis Penyakit dan Cara Penyembuhannya : Manajemen Hidup Sehat. Jakarta: Elex Media Komputindo, 2006
Bustan, M.N. Pengantar Epidemiologi. Jakarta : Rineka Cipta, 2008
Fadilah, Roni, dkk. Beternak Unggas Bebas Flu Burung. Jakarta: Agro Media Pustaka.
Nasry Noor, Nur. Epidemiologi. Jakarta : Rineka Cipta, 2008
Siegel, Marc. Bird Flu: Everything You Need to Know about the Next Pandemic, atau Flu Burung : Serangan Wabah Ganas dan Perlindungan Terhadapnya, terj. Ary Nilandary. Bandung : Kaifa, 2006
Buku Petunujuk bagi Paramedik Veteriner, Pencegahan dan Pengendalian Flu Burung pada Peternakan Unggas Skala kecil
Departemen Pertanian. Upaya Pencegahan Penularan Flu Burung di Tempat Pemotongan Ayam. Jakarta: Deparemen Pertanian
http://surabaya.tribunnews.com/
http://solopos.com/
http://republika.co.id/
http://repository.usu.ac.id/
http://pianhervian.wordpress.com/
Oleh :
Fiana Faiqoh
Kelas C 2013
NIM 25010113130211
Mahasiswi FKM Universitas Diponegoro (UNDIP)
Referensi :
A. Lumenta, Nico, dkk. Kenali Jenis Penyakit dan Cara Penyembuhannya : Manajemen Hidup Sehat. Jakarta: Elex Media Komputindo, 2006
Bustan, M.N. Pengantar Epidemiologi. Jakarta : Rineka Cipta, 2008
Fadilah, Roni, dkk. Beternak Unggas Bebas Flu Burung. Jakarta: Agro Media Pustaka.
Nasry Noor, Nur. Epidemiologi. Jakarta : Rineka Cipta, 2008
Siegel, Marc. Bird Flu: Everything You Need to Know about the Next Pandemic, atau Flu Burung : Serangan Wabah Ganas dan Perlindungan Terhadapnya, terj. Ary Nilandary. Bandung : Kaifa, 2006
Buku Petunujuk bagi Paramedik Veteriner, Pencegahan dan Pengendalian Flu Burung pada Peternakan Unggas Skala kecil
Departemen Pertanian. Upaya Pencegahan Penularan Flu Burung di Tempat Pemotongan Ayam. Jakarta: Deparemen Pertanian
http://surabaya.tribunnews.com/
http://solopos.com/
http://republika.co.id/
http://repository.usu.ac.id/
http://pianhervian.wordpress.com/
Oleh :
Fiana Faiqoh
Kelas C 2013
NIM 25010113130211
Mahasiswi FKM Universitas Diponegoro (UNDIP)
0 comments:
Post a Comment